Salah satu mukjizat al-Qur’an di samping
keindahan serta kecanggihan gaya bahasanya, adalah gagasan futuristiknya
mengenai kebenaran ilmiah yang baru kemudian dapat dibuktikan oleh ilmu
pengetahuan modern. Semakin maju perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, maka semakin terbukti lah kebenaran al-Qur’an. Itulah
makanya Al-Kitab sedikitpun tdk dapat disejajarkan dgn kualitas super canggih al-Qur’an.
Sebuah contoh kecil konfirmasi ilmu pengetahuan terhadap kebenaran al-Qur’an dapat ditemukan pada An-Naml (27): 18 berikut:
حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِي النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا
أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ
سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
18. Hingga apabila
mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut,
masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman
dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”;
Terjemahan
ayat ini, merupakan terjemahan minimal untuk sekedar memperoleh
pemahaman awal atau tekstual dari ayat ini. Namun jika dikaji lebih jauh
dari disiplin ilmu Bahasa Arab, yang nota bene sangat dibutuhkan untuk
memperoleh makna substansial dari setiap ayat al-Qur’an di samping
ilmu-ilmu lainnya, maka dari ayat ini akan ditemukan sebuah isyarat
ilmiah, yang luar biasanya telah 14 abad lampau disebutkan al-Qur’an
namun baru pada abad 20 dapat dikonfirmasi oleh ilmu Pengetahuan,
khususnya ilmu Biologi.
Secara sederhana dapat dijelaskan, dari
sudut pandang bahasa Arab, sebenarnya ada distorsi penting dari
terjemahan resmi (versi Depag) di atas, khususnya pada kalimat Qaalat
namlatu (ﻧﻤﻠﺔ) yang diterjemahkan dgn : “berkatalah seekor semut”.
Semestinya terjemahan lengkapnya adalah “(telah) berkata seekor semut
betina”.
Mengapa demikian?
Karena kata namlatun (ﻧﻤﻠﺔ)
menggunakan bentuk muannats (kata benda untuk jenis perempuan) dgn
tanda ta’ marbuthah ( ة ) sehingga semut yang dimaksud dlm ayat ini
adalah semut betina. Itulah sebabnya kata kerja ﻗﺎﻞ yang mendahuluinya
diberi akhiran ta’ maftuhah ( ت ) sebagai kata ganti untuk
perempuan/betina merujuk pada dhamir ھي (Hiya) sehingga menjadi ﻗﺎﻟﺖ
(berkata) sebagai pertanda bahwa yang berkata itu adalah “semut betina”.
Jadi kesimpulan pertama, semut yang dimaksud dlm ayat ini adalah “SEMUT BETINA”.
Selnjutnya, apakah yang dikatakan oleh “SEMUT BETINA” itu?
Jawabannya ada pada kalimat berikutnya:
يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
“…Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak
diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”
SEMUT BETINA tersebut ternyata memerintahkan kepada semut2 yang lain untuk masuk ke dalam lobang mereka.
Bila demikian halnya, berarti semut betina mempunyai otoritas khusus
atau kekuasaan sehingga ia dapat memerintahkan semut2 yang lain untuk
melakukan sesuatu. Artinya dalam spesies semut, terdapat juga pemimpin
yang memiliki otoritas dan kuasa untuk memerintah dan mengatur tata
kehidupan mereka, dan ayat ini mengisyaratkan bahwa pemimpin dalam
spesies semut itu adalah SEMUT BETINA, bukan semut jantan.
Karena betina, Kita sebut saja pemimpin semut ini sebagai “RATU SEMUT”
Pertanyaan berikutnya, Apa kata ilmu pengetahuan berkenaan dgn isyarat Al-Qur’an ini?
Ternyata, ilmu pengetahuan dlm hal ini biologi modern memberi
konfirmasi bahwa pemimpin suatu entitas semut adalah seekor SEMUT
BETINA, RATU.
(Sumber: Agus Purwanto, D.Sc., Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan, (Bandung: Mizan, 2008)
Betapa kecanggihan mukjizat ilmiah al-Qur’an , jauh mendahului
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. 14 abad yang lalu
al-Qur’an sdh menegaskan bahwa pemimpin suatu komunitas semut adalah
semut betina, tapi ilmu pengetahuan modern baru bisa menemukannya pada
abad ke-20
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar